Ada sebuah artikel menarik di Reader Digest Indonesia edisi Juli 2006. Judulnya “Sopankah Anda ?”, yang berisi hasil survei Reader’s Digest sedunia tentang tata krama penduduk dunia. Survei dilakukan di 35 kota di dunia, termasuk Jakarta (hehehe.... dari awal paliiing pengen tau gimana hasil survei di Jakarta). Cara surveinya sangat unik yaitu melakukan test mengenai tanggapan orang lain terhadap tiga hal yaitu :
- berjalan di belakang orang lain di tempat umum, dan mengamati apakah orang lain akan menahan pintu buat orang di belakangnya
- pura-pura menjatuhkan map berisi kertas di tempat ramai, dan mengamati apakah ada orang yang membantu mengumpulkannya kembali
- berbelanja suatu benda berharga murah dan mengamati apakah penjaga toko bilang ”terima kasih” waktu menerima pembayaran.
Wah, benar2 survei yang luar biasa, dengan hasil yang luar biasa pula :)
Hasilnya? Hmmm Jakarta menempati urutan 7 dari bawah alias nomer 29 dari 35 kota (3 besar kota tersopan adalah New York, Zurich, dan Toronto). Yaaa memang nggak selalu bisa dianggap mewakili seluruh penduduk Indonesia sih, lha yang disurvei tiap kejadian hanya 20 orang (artinya 60 orang tiap kota), tapi tetep aja hasil ini mencerminkan sesuatu.
Hmmmm kalau boleh usul, survei bisa ditambah dengan ”menahan pintu lift untuk orang yang berjalan beberapa meter di belakangnya”, "seberapa sabar mengantri dan tidak menyerobot antrian", dan ”memberi tempat duduk pada ibu-ibu di bis kota”. But anyway, beberapa kejadian yang saya alami atau yang diceritakan beberapa kawan mungkin menunjukkan jauh berkurangnya kesopanan dengan sesama kita sendiri.
Baru-baru ini saya belanja di sebuah minimarket di kawasan Serpong (minimarket dengan warna khas merah ini punya cabang di mana-mana sampe ke pelosok). Saya mau beli jus jambu buat ponakan, udah diwanti-wanti ama Yangti-nya buat beli jus itu. Kebetulan jus yang saya cari ada lalu saya ke kasir untuk membayar. Ternyata setelah di-scan barcode-nya, data harga barang tersbut belum ada di kasir. Keliatan di monitor semua jus rasa lain dan ukuran kemasan lain ada di data komputer, kecuali data barang yang saya mau ini.
"Wah kayaknya lupa gak dimasukkan datanya nih, gimana kalo ganti rasa lain Bu ?" tanya wanita yang bertugas di meja kasir.
"Wah saya maunya rasa jambu mbak," kata saya.
"Kalo gitu tunggu sebentar," kata seorang petugas laki-laki sambil jalan ke belakang toko. Petugas wanita tadi melanjutkan melayani pembeli lain. Sampai dua pembeli selesei bayar, temannya tadi belum balik lagi.
”Ganti rasa lain aja bu,” petugas kasir menawarkan (tanpa minta maaf karna bikin saya menunggu).
”Mmmm ini saya beli buat ponakan, dia sukanya rasa jambu,” saya menjelaskan. Saya masih tetap nunggu, karna yang saya mau ya barang itu.
”Kalau gitu ganti ukuran aja Bu, yang besar aja,” katanya.
”Wah anak kecil kan susah megangnya mbak kalo botolnya besar, ” kata saya.
Dia berpaling dan kembali melayani pembeli lain. Tiba-tiba dia bilang, ”4000 aja Ibu mau gak?”
Astaga, Masya Allah, kaget saya. Harga sebenarnya sih lebih murah dari itu, dan jus rasa lain bahkan biasanya harganya lebih murah lagi. Dan tentu saja ini bukan masalah harga. Kenapa dia menawarkan solusi yang merugikan pembeli, mengambil hak pembeli, plus dengan nada bicara seolah ”Anda butuh gak, kalo gak butuh ya udah!” Ampuuuun deeh, dia gak sadar tokonya udah bikin banyak salah eh malah nambah satu lagi.... Ya udah daripada ribut saya beli di tempat lain aja deeeh, yang penjualnya lebih ramah hehehe... Heran saya, padahal dua tahun lalu saya hampir tiap minggu selama 8 bulan jadi pelanggan toko yang sama, selalu setelah membayar sang petugas kasir bilang, ”Terima kasih, selamat datang kembali” ....dan kenapa sekarang mereka begitu tak ramahnya..........
Teman saya punya pengalaman lain. Dia mau beli roti tawar di toko bakery terkenal di Jl Sabang. Dia mau beli satu roti berharga Rp 6000-an. Dia bayar di kasir dengan menyerahkan uang Rp 50.000-an.
“Wah, uang kecil aja mbak,” kata petugas kasir itu.
“Maap ngga ada mbak, “ kata temen saya, yang memang baru ngambil uang di ATM.
“Kalo gitu tukerin dulu aja mbak!” kata kasirnya.
Astaga, astaga!!! Jawaban yang aneh. Toko sekaliber dia menyuruh pembelinya untuk menukar uang dulu??? Wah temen saya langsung gak terima, “Kalau toko ini jualan barang yang harganya ratusan ribu yaaa oke lah gak ada kembalian, lha ini toko roti gitu loh, mestinya sedia donk kembalian.” Memang harga roti kan yaa 4000, 5000, 6000, gak mungkin banget dia bikin asumsi tiap pembeli bawa uang pas. “Mustinya logikanya dia punya dong kembalian kalo ada orang cuman mau beli satu roti. Yang mahal yaaa cake kali ya, tapi orang beli sehari-hari kan ya roti. kalau warung di pinggir jalan yaa kita pembeli tau diri lah gak ngasih uang gede, lha ini bakery gitu loh, ini udah kesekian kalinya dia judes ama pembeli, gak cuman ama aku,“ temen saya bercerita dengan berapi-api. Saya jadi gak habis pikir juga denger cerita temen saya itu. Bisa-bisanya mereka kasih pelayanan kayak gitu, tidak ada ramah tamah dan permintaan maaf sama sekali.... Temen saya mpe mogok gak mau lagi beli roti di situ sampai suatu hari dia mau belanja di situ lagi karena kasirnya udah ganti orang lain yang lebih ramah hehehe....
Kawan saya yang lain pernah punya pengalaman ketika belanja cendera mata di suatu tempat wisata. Ketika dia masuk dan melihat-lihat barang, penjaga toko menghampirinya. Ketika kawan saya itu bertanya harga barang yang dipilihnya, si penjual tak segera menjawab seraya melihat seorang turis asing masuk tokonya dan kemudian berjalan menghampiri si turis itu dengan mengabaikan pertanyaan kawan saya. Aduuuuh!!! Keterlaluan. Apa kalau turis asing itu selalu lebih dipuja-puja dan pasti beli? Engga juga kan? "Aku liatin dari toko sebelah, turis itu keluar tanpa belanja apa-apa! Hahh!! See!! Aku udah belanja di toko lain!!" ceritanya dengan sebal.
Well, dalam dunia jual beli (barang ataupun jasa), bukannya prinsip pelayanan itu penting ya. Karena, alih-alih mengambil sikap ”pembeli butuh gak, gak mau ya udah”, tentunya penjual mengharapkan pembeli itu akan datang lagi untuk berbelanja lain waktu......
Tidak sebegitu sulit kan bilang terima kasih ketika menerima sesuatu dari orang lain?
No comments:
Post a Comment