Pertengahan Ramadhan, tahun 2003.
Hari itu rasanya kelabu. Hari Sabtu, dan harus masuk kerja. Bangun tidur rasanya berat, dan langkah pertama untuk bangkit meninggalkan rumah di hari (yang semestinya) libur adalah langkah yang paling berat : mengumpulkan kekuatan untuk berpaling meninggalkan kenyamanan kamar, keinginan untuk istirahat, tontonan TV dan buku bacaan yang belum tersentuh, obrolan akhir pekan, senda gurau bersama orang-orang terdekat, dan keinginan untuk buka puasa bareng-bareng.
Aku menarik nafas panjang dan berhasil mulai melangkah, teringat bahwa aku punya janji untuk ditepati.
Sepanjang perjalanan yang dua jam itu, pikiranku dipenuhi oleh berbagai keinginan dan angan-angan yang intinya adalah, “Oh, seandainya hari ini aku libur…”
Untungnya, konsentrasi pada pekerjaan berhasil membuatku lupa sehingga tidak merasa begitu merana.
Tapi di perjalanan pulang, rasa merana itu kembali.
Sudah jam tujuh malam, di hari Sabtu, di bulan Ramadhan, dan aku masih di jalan... Rasanya ingin menangis…. Duuuh, harusnya aku buka puasa bareng di rumah. Duuuh enaknya orang-orang pada tarawih di masjid. Duuuh, gimana nasib tadarusku? Duuuh, seharusnya tadi seharian bisa bercanda ama ponakan2 cilik itu. Duuuh, seharusnya aku hari ini bisa ikut masak. Duuuh, apa yang sedang kulakukan di sini? Ngapain sih aku, kok mau-maunya…. Duuuh, capek…. Aku hanya bisa merapatkan jaket, meski rasanya tak bisa menghangatkan hati.
Masuk ke rumah, aku mendapati seisi rumah sedang tarawih berjamaah diimami Eyang/Pakde Jamal, yang rupanya baru datang dari Semarang. Kedatanganku tepat saat salam terakhir. Hatiku tambah merana.
Tapi Pakde Jamal menyambutku dengan kata-kata, “Wah pulang kerja jam segini tuh berapa banyak pahalanya… banyak sekali, tiap langkah dihitung….”
Masya Allah…
Aku terpaku, terpana, tertohok, dan cuma bisa istighfar… Ya Allah, mohon ampun, …rasanya malu sekali mendengar kata-kata Pakde, mengingat apa yang kupikirkan dan kurasakan sepanjang hari….
Tapi seperti bias membaca pikiranku, Pakde melanjutkan, “Yang penting kalau kita kerja itu ikhlas… Jadi tak ada keluh kesah.”
Oh, kalimat yang indah…. Hanya bagaimana menjaga hati supaya ikhlas… ah, satu kata yang berat sekali…
Karena kadang ketika lupa, niat suka berubah dan kita mulai mengeluhkan keadaan….
(Ramadhan, 1424 H)
Mudah-mudahan tahun depan kita semua masih dapat bertemu Ramadhan. Amien :)
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1426 H,
Mudah-Mudahan Allah menerima ibadahku dan ibadahmu.
Mohon Maaf Atas Segala Kesalahan, Lahir dan Batin
No comments:
Post a Comment